Sidoarjo– Viraltimes.id , Ketua DPRD Sidoarjo Abdillah Nasih akhirnya angkat suara lebih keras. Temuan pekerja proyek renovasi Gedung DPRD Sidoarjo yang bekerja di ketinggian tanpa Alat Pelindung Diri (APD) bukan lagi insiden tunggal, melainkan indikasi kelalaian sistemik dalam pengawasan proyek publik.
Ironisnya, pelanggaran itu terjadi di tengah masa libur cuti bersama Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2026, saat aktivitas kerja seharusnya dibatasi. Namun pada Rabu (24/12/2025), sejumlah pekerja masih terlihat bekerja di atas perancah besi lebih dari tiga meter tanpa helm, rompi keselamatan, maupun tali pengaman.
Fakta lapangan yang terpantau awak media pada Selasa (23/12/2025) pukul 09.36 WIB memperlihatkan kondisi yang jauh dari standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Pekerja berdiri di ketinggian tanpa perlindungan, tepat di kompleks gedung wakil rakyat—tempat regulasi keselamatan seharusnya menjadi contoh, bukan justru dilanggar.
Ketua DPRD Sidoarjo, Abdillah Nasih , menegaskan bahwa pelanggaran ini bukan tanpa peringatan. Sejak awal proyek berjalan, ia mengaku sudah mengingatkan kontraktor agar mematuhi seluruh prosedur keselamatan kerja.
“Awal pengerjaan sudah kami ingatkan. Semua prosedur keamanan kerja harus dijalankan,” kata Abdillah Nasih melalui pesan WhatsApp, Rabu (24/12).
Namun temuan terbaru ini memunculkan pertanyaan serius, sejauh mana pengawasan proyek dilakukan, dan mengapa peringatan pimpinan DPRD Sidoarjo tak digubris di lapangan?
Menindaklanjuti temuan tersebut, pimpinan DPRD akan menghubungi Sekretaris DPRD Sidoarjo untuk meminta klarifikasi dan langkah korektif terhadap pelaksana proyek. Langkah ini menjadi sinyal bahwa DPRD tidak ingin kecolongan dalam proyek yang berada di “halaman rumah” sendiri.
Investigasi di lapangan justru mengungkap sikap kontraktor yang dinilai meremehkan persoalan keselamatan. Dalam pesan singkat yang diterima awak media, pihak kontraktor menanggapi laporan pelanggaran K3 dengan kalimat singkat, “Wis biyen ikoh iku mas,” seolah pelanggaran tersebut hal biasa dan telah berlangsung lama.
Respons tersebut memantik keprihatinan lebih dalam. Jika benar pelanggaran K3 telah berlangsung lama, maka ada dugaan lemahnya pengawasan rutin terhadap proyek yang menelan anggaran publik lebih dari Rp1,4 miliar.
Proyek renovasi Gedung DPRD Sidoarjo ini dikerjakan PT Indokon Raya dengan nilai kontrak Rp1.431.089.184 yang bersumber dari APBD Kabupaten Sidoarjo. Berdasarkan papan proyek, pekerjaan tercatat dalam kontrak nomor 000.3/2252/438.3.1/SP/IX/2025 dengan masa pelaksanaan 90 hari kalender.
Seorang anggota DPRD Sidoarjo yang enggan disebut namanya menilai kelalaian ini mencederai fungsi pengawasan DPRD sebagai lembaga kontrol publik.
“Ini ironi. DPRD adalah lembaga pengawas. Kalau gedungnya sendiri dibangun dengan mengabaikan keselamatan pekerja, lalu bagaimana kami menegakkan pengawasan di luar?” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa K3 bukan formalitas proyek, melainkan kewajiban hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja serta Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 tentang Sistem Manajemen K3.
Data BPJS Ketenagakerjaan menunjukkan sektor konstruksi masih menjadi salah satu penyumbang kecelakaan kerja tertinggi di Indonesia, sebagian besar akibat rendahnya kepatuhan penggunaan APD. Kondisi ini memperkuat urgensi pengawasan ketat, terutama pada proyek pemerintah.
“Kami tidak ingin ada korban jiwa di rumah rakyat hanya karena kontraktor mengejar keuntungan dan abai terhadap keselamatan,” tegas legislator tersebut.
Kasus ini membuka tabir bahwa persoalan proyek publik bukan semata soal serapan anggaran atau kejar target fisik, melainkan soal nyawa manusia di balik bangunan megah. Ketua DPRD Sidoarjo kini berada di garis depan pengawasan, memastikan proyek yang dibiayai uang rakyat tidak berdiri di atas kelalaian dan pembiaran.
Sapto
