Tasikmalaya, – viraltimes.id, Dunia pendidikan yang seharusnya menjadi tempat menimba ilmu,mencerdaskan kehidupan anak bangsa,menjadikan kawah candra dimuka bagi generasi penerus bangsa,dan memiliki standar oprasional prosedur(SOP)yang humanis dan beradab,dan terdidik.
Akan tetapi ironisnya di Kota Tasikmalaya,malah tercoreng oleh aksi dugaan kekerasan fisik yang dilakukan oleh seorang oknum Kepala Sekolah SMPN di wilayah Leuwidahu Kecamatan Indihiang terhadap jurnalis berinisial A dari Media Nasional Potret.
Peristiwa memprihatinkan ini terjadi saat korban tengah menjalankan tugas jurnalistik untuk melakukan klarifikasi terkait keluhan orang tua siswa pada Jumat (19/12/2025).
Kekerasan yang menimpa jurnalis berinisial A ini kini telah resmi dilaporkan ke Mapolres Tasikmalaya Kota guna penyelidikan lebih lanjut.
Kejadian bermula saat jurnalis A menerima laporan dari orang tua siswa kelas 7 pada Senin (15/12/2025) mengenai kewajiban membayar uang sampul rapor sebesar Rp110.000 serta iuran kegiatan perkemahan.
Sebagai bentuk profesionalisme untuk memenuhi unsur kode etik (cover both sides), korban mendatangi sekolah pada Jumat siang sekitar pukul 12.30 WIB.
Perlengkapan sekolah
Di ruang kepala sekolah, korban bertemu dengan Kepala Sekolah berinisial NTK, bendahara, dan suami dari kepala sekolah. Bukannya mendapatkan jawaban transparan, jurnalis A justru mendapat perlakuan tidak menyenangkan.
“Pihak sekolah menyebut media semua sama, hanya membutuhkan uang. Bahkan kepala sekolah mengatakan saya tidak punya hak untuk mengorek-ngorek informasi tersebut,” ungkap A dalam keterangannya.
Ketegangan memuncak saat korban meminta izin untuk memberitakan hasil konfirmasi dan berencana melaporkannya ke Dinas Pendidikan.
Hal tersebut memicu kemarahan oknum kepala sekolah. Korban mengaku didorong, kemudian oknum kepala sekolah tersebut diduga memukul bagian dada kiri korban sebanyak satu kali serta melakukan kekerasan lainnya seperti menjambak jaket, bahkan beberapa kali mendorong ke kursi.
Aksi tersebut sempat dilerai oleh suami kepala sekolah dan bendahara sebelum korban diminta pergi, namun di saat berjalan suami nya mengatakan jika ini di perpanjang maka urusan nya sama dia.
Perlengkapan sekolah
Menyikapi itu, Redi Setiawan Pemimpin Redaksi Media Nasional Potret menilai tindakan oknum kepala sekolah tersebut sangat disayangkan.
“Mengingat profesi jurnalis dilindungi secara hukum dalam menjalankan tugasnya mencari dan menyebarkan informasi demi kepentingan publik,” tegas Redi.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers:
Pasal 8: Menegaskan bahwa dalam melaksanakan profesinya, wartawan mendapat perlindungan hukum.
Pasal 18 ayat (1): Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan tugas pers, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000 (lima ratus juta rupiah).
Redi menegaskan, aksi penyerangan fisik yang diduga dilakukan oleh seorang pemimpin lembaga pendidikan ini dinilai mencerminkan buruknya etika birokrasi dan pendidikan di lingkungan tersebut.
Jurnalis merupakan jembatan informasi antara pemerintah dan masyarakat. Tindakan represif terhadap jurnalis tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga membunuh transparansi publik.
“Kami meminta Dinas Pendidikan Kota Tasikmalaya bertindak tegas dan menyikapi serius kasus ini, jangan sampai marwah lembaga sekolah tercoreng oleh segelintir oknum,” tandas Redi.
Kini, jurnalis A telah mengantongi bukti laporan pengaduan dari pihak kepolisian dan berharap kasus ini diusut tuntas demi tegaknya kebebasan pers di Indonesia.
Hingga berita ini tayang, belum ada keterangan resmi dari Dinas Pendidikan Kota Tasikmalaya maupun pihak sekolah terkait.
(MH)
