TEBO/JAMBI, Viraltimes.id — Dugaan kelalaian medis kembali mencoreng dunia pelayanan kesehatan. Seorang bayi yang dilahirkan melalui operasi sesar di Rumah Sakit Setia Budi Unit 2 Rimbo Bujang, Kabupaten Tebo, Jambi, pada 24 Desember 2025, harus dirujuk ke rumah sakit lain setelah dua hari pasca-kelahiran baru diketahui mengalami kelainan serius, yakni tidak memiliki lubang anus (atresia ani).
Peristiwa ini sontak mengguncang pihak keluarga. Dua hari setelah dilahirkan, kondisi bayi menunjukkan tanda-tanda yang mengkhawatirkan. Perut bayi membesar, tampak membiru, dan mengalami kembung hebat. Namun, menurut pengakuan keluarga, kondisi tersebut tidak segera ditangani secara maksimal oleh pihak rumah sakit.
“Sejak hari pertama sebenarnya kami sudah curiga karena bayi terus rewel dan perutnya semakin besar. Tapi kami hanya diberi penjelasan normatif. Baru setelah dua hari diperiksa lebih serius, barulah diketahui bayi kami tidak memiliki lubang anus,” ujar R , ayah bayi, dengan nada kecewa.
Mengetahui kondisi tersebut, R mengaku mengalami syok berat dan sempat meluapkan emosinya di ruang UGD. Ia menilai ada kelalaian fatal dalam proses pemeriksaan awal pasca-kelahiran, terlebih bayi lahir melalui prosedur operasi sesar yang semestinya mendapat pengawasan ketat dari tenaga medis.
“Ini bukan kesalahan kecil. Ini menyangkut nyawa dan masa depan anak kami. Kalau sejak awal diperiksa dengan benar, tentu penanganannya bisa lebih cepat dan risiko bisa diminimalisir,” tegas R. Jum’at, (26/12/2025).
Tak lama setelah insiden tersebut, pihak rumah sakit akhirnya merujuk bayi ke RS Moelia Muara Bungo untuk mendapatkan perawatan lanjutan. Saat ini, bayi masih menjalani perawatan intensif dan belum diperbolehkan pulang.
Sang ibu, D, yang masih dalam masa pemulihan pasca-operasi sesar, mengaku terpukul secara fisik dan mental. Ia menyesalkan minimnya komunikasi dan penjelasan dari pihak rumah sakit sejak awal kelahiran anaknya.
“Saya masih lemah setelah operasi, tapi harus menerima kenyataan pahit ini. Tidak ada penjelasan yang jujur sejak awal. Kami merasa seperti diabaikan,” ungkap D dengan suara bergetar.
Pihak keluarga menegaskan bahwa bayi tersebut merupakan pasien BPJS, sehingga mereka menolak anggapan bahwa keterlambatan penanganan disebabkan oleh faktor administrasi atau biaya. Mereka menilai kejadian ini murni akibat kelalaian medis.
Lebih jauh, keluarga juga mengungkap adanya informasi mencengangkan. Seorang mantan pegawai rumah sakit yang baru saja mengundurkan diri disebut menyatakan bahwa kejadian serupa telah terjadi lebih dari satu kali di rumah sakit yang sama.
“Kalau ini benar kejadian kedua, berarti ada masalah serius dalam sistem pelayanan rumah sakit. Ini tidak bisa dibiarkan,” kata salah satu anggota keluarga.
Atas kejadian ini, kedua orang tua bayi menyatakan akan menuntut keadilan. Dalam waktu dekat, mereka berencana melayangkan surat resmi kepada pimpinan Rumah Sakit Setia Budi, termasuk kepada manajemen dan pemilik rumah sakit, untuk meminta klarifikasi dan pertanggungjawaban.
“Kami tidak mencari sensasi. Kami hanya ingin keadilan. Setidaknya ada tanggung jawab nyata, baik secara moral maupun materiil, atas penderitaan anak kami,” tegas R.
Ia juga menyatakan tidak menutup kemungkinan akan menempuh jalur hukum, baik pidana maupun perdata, apabila tidak ada itikad baik dari pihak rumah sakit.
Hingga berita ini diturunkan, pihak Rumah Sakit Setia Budi Unit 2 Rimbo Bujang belum memberikan pernyataan resmi. Upaya konfirmasi yang dilakukan wartawan terkait dugaan kelalaian medis tersebut belum mendapatkan tanggapan, baik dari manajemen maupun pimpinan rumah sakit.
Diketahui, Rumah Sakit Setia Budi Unit 2 Rimbo Bujang dipimpin oleh Direktur dr. Hanny Nadila Putri, dengan Owner Siti Nurkhasanah, S.Keb., Bdn. Namun, hingga saat ini belum ada klarifikasi terbuka kepada publik terkait kasus tersebut.
Pihak keluarga menegaskan, apabila tidak ada penyelesaian yang adil dan transparan, mereka siap membawa persoalan ini ke ranah hukum serta membuka kasus ini ke ruang publik agar tidak ada lagi korban serupa di kemudian hari.
“Ini bukan hanya tentang anak kami, tapi tentang keselamatan pasien lain. Jangan sampai ada bayi lain yang mengalami hal yang sama,” tutup R.
Apriandi
