Sidoarjo, viraltimes id— Praktik pengabaian keselamatan kerja kembali membayangi proyek renovasi Gedung DPRD Kabupaten Sidoarjo. Pada Selasa pagi, 23/12/ 2025, sejumlah pekerja proyek terlihat bekerja di ketinggian tanpa alat pelindung diri, meski proyek tersebut dibiayai anggaran publik bernilai miliaran rupiah.
Di lokasi proyek di Jalan Sultan Agung Nomor 39, Sidoarjo, pekerja tampak berpijak di atas scaffolding setinggi lebih dari tiga meter tanpa helm pelindung kepala maupun tali pengaman. Beberapa di antaranya bergerak leluasa di atas rangka besi, menghadapi risiko jatuh yang sewaktu-waktu dapat berakibat fatal. Pemandangan ini menimbulkan ironi, mengingat gedung yang direnovasi merupakan pusat kekuasaan legislatif daerah yang seharusnya menjadi teladan dalam kepatuhan terhadap hukum dan keselamatan kerja.
Kondisi tersebut kian kontras dengan nilai proyek yang tertera pada papan informasi di lokasi. Renovasi gedung DPRD itu masuk dalam paket Belanja Modal Bangunan Gedung dengan sumber dana APBD sebesar Rp1.431.089.184. Proyek tersebut dikerjakan oleh PT Indokon Raya berdasarkan kontrak bernomor 000.3/2252/438.3.1/SP/IX/2025 dengan masa pelaksanaan selama 90 hari kalender.
Kelalaian penerapan standar keselamatan ini memantik reaksi dari internal parlemen. Seorang anggota DPRD Sidoarjo yang enggan disebutkan namanya menyatakan keprihatinannya terhadap sikap kontraktor yang dinilai mengabaikan Standar Operasional Prosedur Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Menurut dia, DPRD memiliki fungsi pengawasan terhadap jalannya pemerintahan dan penggunaan anggaran publik, sehingga semestinya pembangunan gedung lembaga legislatif dilakukan dengan kepatuhan penuh terhadap aturan.
“DPRD ini lembaga pengawasan pemerintahan dan publik. Semestinya pihak kontraktor sangat memahami ketika membangun gedung tempat kami bekerja,” ujarnya saat ditemui di ruang kerjanya.
Ia menegaskan bahwa penerapan K3 bukan sekadar formalitas administratif, melainkan kewajiban hukum yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja serta Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012. Dalam regulasi tersebut, perusahaan diwajibkan menjamin perlindungan tenaga kerja dari risiko kecelakaan selama proses pekerjaan berlangsung.
Data BPJS Ketenagakerjaan menunjukkan bahwa sektor konstruksi masih menjadi penyumbang tertinggi angka kecelakaan kerja, salah satunya disebabkan rendahnya disiplin penggunaan alat pelindung diri. Dalam konteks itu, proyek renovasi Gedung DPRD Sidoarjo menjadi cermin ironi , dana rakyat digelontorkan untuk membangun rumah wakil rakyat, namun keselamatan para pekerja yang mengerjakannya justru terabaikan.
“Kami tidak akan membiarkan ada nyawa melayang di rumah rakyat ini hanya karena kecerobohan kontraktor yang ingin meraup keuntungan tanpa memedulikan keselamatan manusia,” katanya dengan nada tegas.
Fakta di lapangan menunjukkan lemahnya pengawasan terhadap pelaksanaan proyek. Tanpa evaluasi menyeluruh dan penegakan aturan yang konsisten, proyek publik berpotensi terus menghadirkan risiko serupa, di mana target pekerjaan dan efisiensi biaya mengalahkan hak dasar pekerja atas keselamatan.
Sapto
