SULUT - viraltimes.id, Kekerasan seksual kembali mengguncang dunia pendidikan tinggi di Sulawesi Utara. Kali ini, tragedi memilukan terjadi di lingkungan Universitas Negeri Manado (Unima) dan berujung pada hilangnya nyawa seorang mahasiswi.
Korban berinisial EM, mahasiswi Fakultas Ilmu Pendidikan dan Psikologi (FIPP) asal Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro (Sitaro), ditemukan meninggal dunia dalam kondisi gantung diri di kamar kosnya di Kota Tomohon. Dugaan kuat, tindakan nekat tersebut dilakukan akibat trauma psikologis mendalam yang dialaminya setelah menjadi korban kekerasan seksual.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, sebelum tragedi tersebut terjadi, EM diduga mengalami tindak kekerasan seksual yang dilakukan oleh seorang dosen FIPP berinisial Danny Masinambow. Peristiwa itu disebut terjadi di dalam mobil milik terduga pelaku.
Saat kejadian, terduga pelaku diduga mencium dan meraba bagian tubuh korban secara berulang, meskipun korban telah melakukan penolakan keras. Perlakuan tersebut meninggalkan luka batin dan trauma berkepanjangan bagi EM, hingga akhirnya korban memilih mengakhiri hidupnya.
Kapolsek Tomohon Tengah, Iptu Stenly Tawalujan, membenarkan adanya penemuan jenazah seorang mahasiswi di kamar kos di wilayah hukumnya. Jenazah korban telah dievakuasi ke RSUD Anugerah Tomohon untuk keperluan pemeriksaan lebih lanjut.
Namun hingga berita ini dipublikasikan, pihak Fakultas Ilmu Pendidikan dan Psikologi (FIPP) Unima, khususnya Dekan Dr. Aldjon Dapa, belum memberikan keterangan atau pernyataan resmi terkait kasus yang telah menyita perhatian publik tersebut.
Sufaldi Tampilang Angkat Bicara: Negara Tidak Boleh Diam Kasus ini menuai kecaman keras dari berbagai pihak. Salah satunya datang dari Sufaldi Tampilang, selaku Dewan Pertimbangan FERADI WPI, yang secara tegas mendesak aparat penegak hukum untuk bertindak cepat dan transparan.Dalam pernyataannya, Sufaldi menyampaikan keprihatinan mendalam sekaligus kemarahan atas terjadinya kasus tersebut.
“Saya meminta dengan sangat tegas kepada pihak kepolisian setempat agar segera menangkap pelaku dan memberikan keterangan resmi kepada publik. Ini bukan sekadar pelanggaran hukum biasa, ini adalah kejahatan kemanusiaan yang merenggut masa depan dan nyawa seorang anak bangsa,” tegas Sufaldi.Ia menilai, tindakan yang dilakukan oleh oknum dosen tersebut merupakan bentuk pengkhianatan terhadap dunia pendidikan.
“Ini adalah perbuatan yang sangat memalukan dan mencoreng marwah institusi pendidikan. Seharusnya seorang dosen menjadi teladan, pelindung, dan pendidik bagi mahasiswanya. Bukan malah berubah menjadi ‘mister X’ di dalam kampus yang memangsa mahasiswinya sendiri,” lanjutnya dengan nada keras.
Sufaldi juga menekankan bahwa kampus tidak boleh menjadi ruang aman bagi pelaku kekerasan seksual.
“Jika kasus seperti ini dibiarkan atau ditutup-tutupi, maka kampus berubah menjadi ruang gelap yang tidak aman bagi mahasiswa. Negara tidak boleh kalah oleh pelaku kejahatan bermodus intelektual. Proses hukum harus berjalan, transparan, dan pelaku harus dihukum seberat-beratnya sesuai undang-undang.”
Ia menambahkan, kasus ini harus menjadi momentum bagi seluruh perguruan tinggi untuk berbenah dan memperkuat sistem perlindungan terhadap mahasiswa.
“Jangan sampai ada korban berikutnya. Nyawa EM adalah pengingat keras bahwa kekerasan seksual berdampak nyata dan mematikan. Aparat penegak hukum, pihak kampus, dan pemerintah harus bertanggung jawab secara moral dan hukum.”
Kasus ini kini menjadi sorotan publik dan diharapkan dapat diusut secara tuntas. Keadilan bagi korban dan keluarganya menjadi tuntutan utama, sekaligus sebagai bentuk perlindungan bagi mahasiswa lain agar tragedi serupa tidak terulang kembali.
Red
